Jl. Tebet Barat Dalam Raya No.12, Jakarta 12810 info@geibtechforlearning.org +6221 2854 2020

India Khawatiran Atas Defisit Perdagangan Dengan Indonesia

Pemerintah Modi berupaya meminimalisir pembatasan otomatis dan akses yang lebih luas guna produk pertanian

Pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi telah mengaku keprihatinan atas defisit perdagangan negaranya dengan Indonesia dan sedang menggali akses pasar yang lebih banyak di sektor otomotif dan pertanian di ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu.

Di antara 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, Indonesia ialah mitra dagang terbesar kedua India sesudah Singapura, dengan perdagangan bilateral tahunan $ 21 miliar, yang dituju kedua negara guna meningkat menjadi $ 50 miliar pada tahun 2025.

Pada pertemuan dengan Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita di New Delhi minggu lalu, Menteri Perdagangan dan Industri India Piyush Goyal menulis bahwa neraca perdagangan sangat menyokong Indonesia, dan menuliskan kedua negara butuh bekerja untuk membina perdagangan berkelanjutan dengan mengerjakan diversifikasi. ekspor.

Goyal menekankan kekhawatiran India atas defisit meskipun faktanya menurun menjadi $ 10,6 miliar pada tahun finansial yang selesai Maret 2019 dari $ 12,5 miliar pada tahun sebelumnya.

Dia secara eksklusif menggarisbawahi pembatasan kuota impor Indonesia pada industri komponen dan mobil otomatis India untuk unit-unit yang di bangun sepenuhnya, yang dikenal sebagai CBU atau kendaraan yang dirakit penuh yang sudah “berdampak buruk” terhadap ekspor India, menurut keterangan dari sebuah pengakuan dari pemerintah India, tanpa menyerahkan detail trotoar.

“Waktu yang lama diambil untuk sertifikasi regulasi guna kendaraan baru juga mempengaruhi peluncuran produk baru,” kata pengakuan itu, menambahkan bahwa pesaing dari negara beda mempunyai keuntungan akses pasar yang lebih baik daripada produsen mobil India sebab pengaturan wilayah perdagangan bebas bilateral Indonesia.

Goyal meminta supaya Indonesia yang beberapa besar Muslim memperbolehkan daging kerbau halal beku asal India bebas dari bea masuk dan dapat memasarkan langsung ke importir dan penyalur Indonesia, sambil pun mencari akses pasar yang lebih banyak untuk produk pertanian India – laksana musk melon, labu pahit, anggur dan labu – dan produk susu.

Dia pun mengatakan terdapat potensi besar guna memperluas perdagangan bilateral dalam produk-produk teknik, teknologi informasi, farmasi, dan bioteknologi dan sektor perawatan kesehatan.

Sambil meyakinkan Goyal bahwa ia akan menanggulangi kekhawatiran India, Lukita mencari ekuilibrium dengan ekspor minyak kelapa sawit olahan Malaysia ke India, di mana negaranya menghadapi kerugian.

Modi dan Presiden Indonesia Joko Widodo, dalam pertemuan di sela-sela KTT Kelompok 20 di Osaka bulan lalu, pun membahas penguatan ikatan perdagangan antara kedua negara. Sementara kedua pemimpin sepakat untuk bekerja mengarah ke pencapaian target ambisius $ 50 miliar dalam perdagangan pada tahun 2025, beberapa analis telah mendengungkan skeptisisme.

“Ini adalah target yang terlampau tinggi bahkan unutk enam tahun ke depan,” kata Pankaj Jha, seorang berpengalaman di Asia Tenggara dan associate professor di Universitas India Jindal Global India. “Mereka dapat saja menargetkan target [realistis] $ 30 miliar sampai $ 35 miliar. Perdagangan India-Indonesia sedang menjangkau puncak,” dan tersebut perlu diperluas, katanya.

Jha menuliskan ada “inersia birokrasi” dari kedua belah pihak saat datang ke perdagangan. “Kami sedang membicarakan segala hal laksana pertahanan dan kelautan [kerja sama], namun kami tidak benar-benar pada halaman yang sama sehubungan dengan perdagangan.”

Namun, ia menulis bahwa India sangat mengharapkan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, laksana Filipina, Malaysia dan Singapura, membuka sektor jasa mereka untuk perdagangan yang lebih besar.

“India paling bagus dalam layanan dengan kemampuan berbahasa Inggris yang relatif baik, dan [orang Indonesia] cemas bahwa orang India akan memungut pekerjaan mereka di sektor ini,” kata Jha. “Ini ialah kasus yang sama dengan Filipina, yang juga beranggapan orang India ialah pesaing untuk mereka dalam proses bisnis outsourcing dan proses pengetahuan outsourcing,” katanya, sambil menambahkan bahwa bahkan Singapura dan Malaysia ragu-ragu dalam membuka sektor jasa mereka ke India.

“Jika kita tidak membuka sektor lain, minimal buka layanan yang bakal mengkompensasi [kerugian di lokasi lain], tetapi tersebut tidak terjadi,” kata Jha.